Oknum polisi diduga lakukan pemerasan di Semarang. Hadapi sanksi administrasi & pidana, termasuk pemberhentian tidak hormat & ancaman penjara 9 tahun.
Guru besar ilmu pidana, Prof. Dr. Mahmutarom, menjelaskan bahwa ada dua kemungkinan proses hukum yang akan dijalani oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan di Kota Lumpia. "Prosesnya bisa berupa sanksi administrasi dan pemidanaan umum," ujarnya pada Rabu (5/2/2025).
Proses administrasi dilakukan melalui sidang disiplin dan kode etik kepolisian. Sidang ini bertujuan untuk menegakkan etika profesi terhadap pelanggaran yang dilakukan oknum polisi. "Jika terbukti melanggar dan mencoreng nama korps kepolisian, sanksinya bisa berat, seperti pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," jelas Mahmutarom. Oknum yang terbukti bersalah akan dicopot dari jabatannya dalam acara apel kedinasan yang disaksikan secara umum.
Selain sanksi administrasi, oknum polisi yang terbukti bersalah juga bisa diajukan ke pengadilan umum. Hal ini karena Polri sudah terpisah dari TNI, sehingga aparaturnya dianggap sebagai masyarakat sipil. Masyarakat sipil yang melanggar hukum harus menghadapi proses hukum di pengadilan.
Dalam kasus ini, delik yang disangkakan adalah pemerasan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pemerasan termasuk pelanggaran Pasal 368 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 9 tahun.
Kasus dugaan pemerasan ini menjadi perhatian publik setelah menimpa sepasang remaja di kawasan Telaga Mas, Kuningan, Semarang. Korban yang sedang berhenti di tepi jalan pada malam hari didatangi oleh oknum polisi dan dimintai uang.
Dengan adanya proses hukum ini, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan nama baik institusi kepolisian tetap terjaga.
Credit :
Penulis : Dzaki Syafian
Komentar